Bahan Bakar Nabati
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan
bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia akhir-akhir ini semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya angkutan transportasi berbahan bakar minyak dan mesin
lainnya yang menggunakan bahan bakar minyak. Tingkat konsumsi BBM dibandingkan
dengan cadangan minyak bumi yang tersedia mengakibatkan sumber minyak bumi
Indonesia diperkirakan akan habis dalam 15 tahun mendatang. Untuk itu perlu
pencarian sumber alternatif melalui diversifikasi energi dari bahan bakar
nabati (BBN) dan jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman
yang memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar nabati (BBN).
Selain
karena sebab di atas, gagasan mengembangkan sumber bahan bakar nabati (biofuel)
yang bersifat terbarukan (renewable) juga dikarenakan bahan bakar yang
digunakan saat ini (bahan bakar fosil) menyumbang kontribusi besar
terhadap pencemaran udara yang pada penggunaannya menghasilkan emisi CO2, CO,
HC, Nox, SPM dan debu yang tidak ramah lingkungan sehingga dibutuhkan sumber
energi alternatif yang ramah lingkungan.
Bahan bakar
nabati berasal jarak pagar memiliki beberapa kelebihan. Keuntungan yang
dimiliki jarak pagar dibandingkan dengan tanaman lainnya karena tanaman ini
hanya memiliki sedikit fungsi lain dan terbatas, sehingga persaingan
penggunaannya juga terbatas. Selain ramah lingkungan minyak jarak pagar bukan
termasuk minyak yang dapat dimakan (edible oil) sehingga harga bahan bakunya
lebih murah dan tidak bersaing dengan pangan (Puslitbangbun, 2007).
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah jarak pagar layak untuk dibudidayakan?
2. Bagaimana syarat lahan untuk budidaya jarak pagar?
3. Apa manfaat budidaya tanaman jarak pagar?
C. Tujuan
Makalah ini
dibuat untuk mengetahui segala hal yang berhubungan dengan jarak pagar dan budidayanya
serta potensinya sebagai sumber bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Pengertian Bahan Bakar Nabati
Seperti tercantum dalam Inpres No.1
dan Perpres No.5 tahun 2006, biofuel diterjemahkan sebagai “bahan bakar nabati”
(BBN). Dalam ensiklopedi Indonesia 4 (1993), Bahan bakar nabati diartikan
sebagai minyak lemak yang berasal dari tumbuhan. Kita harus bersyukur ,
Indonesia sangat kayak arena memiliki 60 tumbuhan yang dapat menghasilkan BBN
sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM). Namun, sesuai dengan Inpres dan
Perpres diatas, saat ini hanya 4 tanaman yang diprioritaskan, yakni kelapa
sawit, jarak pagar, tebu dan singkong.
Dalam bahasa Indonesia, cukup banyak
istilah yang sepadan dengan kata “biofuel”, seperti berikut :
· Bio-energi. Kamus pertanian (1971)
mengemukan,”energy” adalah sumber daya pembangkit gerak kerja, sedangkan “bio”
diartikan sebagai organism atau makluk hidup. Dengan kata lain, bio-energi
adalah sumberdaya yang berasal dari makluk hidup, yakni tumbuhan, hewan dan
fungi.
· Energi hijau, sumber daya yang
berasal dari tumbuhan yang dilambangkan dengan warna hijau.
· Energi terbarukan, energy yang
berasal dari bahan yang ditanam (baca:tumbuhan) yang dibudidaya oleh manuasia
dan selanjutnya dipanen dan diolah menjadi bahan bakar secara
berkesinambungan.
Selanjutnya bahan bakart
nabati dipilah menjadi dua bagian besar yakni biodiesel dan bioatanol.
Biodiesel, lebih tepat disebut FAME (fatty acid methyl ester), merupakan BBN
yang digunakan untuk menggerakkan mesin-mesin diesel sebagai pengganti solar.
BBN ini berasal dari minyak nabati yang dikonversi melalui reaksi fisika dan
kimia sehingga secara kimia sifatnya sudah berubah dari sifat aslinya. Saat ini
pertamina telah mengeluarkan produk semacam itu dengan merek dagang Biosolar
yang merupakan hasil pencampuran FAME dengan solar biasa (petrosolar).
Bio-etanol adalah etanol yang
diperoleh dari proses fermentasi bahan baku yang mengandung pati atau gula
seperti tetes tebu dan singkong. BBN ini digunakan sebagai pengganti premium
(gasoline). Etano yang dapat digunakan sebagai BBN adalah alcohol murni yang
bebas air (anhydrous alkohol) dan berkadar lebih besar dari 99,5%, atau disebut
fuel grade athanol (FGE). Campuran premium dan FGE disebut gasohol. Di
Indonesia, Pertamina memberikan merek dagang Biopremium uantuk produk tersebut.
Belakangan ini sering terdengar istilah Bio-oil, PPO (Pure Plant Oil),
Biokerosin, green diesel dan Triple Track Strategy, Strategi penyediaan Sumber
Energi Alternatif.
· Bio-oil adalah BBN yang berasal dari
konversi kayu atau lignoselulosa lain dari jarak pagar seperti cangkang
(tempurung/kulit biji) yang diubah menjadi bentuk cair. Pengubahan tersebut
dilakukan melalui proses pirolisa eksplosif tersebut dilakukan melalui proses
pembakaran dengan (fast pyrolysis) atau proses pembakaran dengan udara terbatas
pada tekanan tertentu (thermo chemical liquefaction). BBN ini digunakan dengan
cara dibakar langsung sebagai pengganti minyak residua tau minyak bakar dan
minyak tanah.
· PPO (pure plant oil) adalah
minyak nabati yang telah malalui proses pemurnian seperti proses degumming
(penghilangan getah) dan penyaringan. Pada proses pembuatan PPO tidak
diperlukan proses bleaching (pemucatan) dan deodorisasi (penghilang bau)
seperti pada proses pembuatan minyak goring, karena PPO ditujukan sebagai
subtitusi bahan bakar mesin diesel ”tidak bergerak” seperti genset. Viskositas
PPO umumnya masih sekitar 30-40 cst, sehingga diperlukan converter untuk
menurunkannya.
· Biokerosin merupakan minyak nabati
yang ditujukan sebagai pengganti minyak tanah. Minyak nabati ini juga dikenal
sebagai minyak kasar karena belum mengalami proses pemurnian dan hanya
mengalami proses penyaringan dengan saringan 3 mikron. Viskositas
biokerosin juga masih tinggi. Karena itu, bentuk kompor yang digunakan harus
dimodifikasi untuk memudahkan pengaliran minyak ke sumbu kompor.
· Green diesel merupakan bahan bakar
yang berasal dari minyak nabati dan minyak mentah (crude oil) yang diproses
dalam kilang minyak (oil refinery). Dalam proses ini tidak ditambahkan methanol
dan bahan kimia lain, sehingga biaya produksinya akan sangat murah.
· Triple Track Strategy, Strategi
Penyediaan Sumber Energi Alternatif. Retret yang dilakukan pada tanggal 1 Juli
2006 di Desa Losari, Kecamatan Grabag, Magelang telah merekomendasikan
terbentuknya sebuah Tim Nasional. Institusi yang dibentuk berdasarkan Surat
Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2006 ini merupakan gabungan dari berbagai
departemen, instansi, BUMN, swasta, litbang, dan perguruan tinggi. Tim Nasional
juga diperkuat dengan Tim Koordinasi Program Aksi Penyedian dan Pemanfaatan
Energi Alternatif yang dibentuk oleh Menko Perekonomian dan Tim Sinergi BUMN
dalam Rangka Penyediaan Sumber Energi Alternatif yang dibentuk oleh Menteri
Negara BUMN. Tim Nasional Nasional bertugas melakukan pengembangan BBN serta
melakukan tindakan untuk mempercepat pengurangan kemiskinan dan pengangguran.
Misi mereka adalah triple track strategy, yakni projob, propoor, dan progrowth.
B. Tanaman Jarak sebagai Penghasil
Bahan Bakar Alternatif
Si jarak pagar yang satu ini punya
banyak alias di berbagai daerah di Indonesia, antara lain: jarak kosta, jarak
budeg (Sunda), jarak gundul, jarak pager (Jawa dan Bali), kalekhe paghar
(Madura), lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara), kuman nema (Alor),
jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi), ai huwa kamala,
balacai, kadoto (Maluku). Klasifikasi jarak pagar adalah sebagai berikut.
Kingdom :
Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Ordo :
Euphorbiales
Famili :
Euphorbiaceae
Genus :
Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L
Pohon jarak di Indonesia dikenal
empat jenis yang pernah tercatat dan masuk dalam keluarga Europhorbiaceae(Soerawidjaja,
2005). Empat jenis tersebut yaitu: kaliki/kastor (Ricinus communis),
jarak pagar (Jatropha Curcas Linnaeus), jarak gurita (Jatropha
multifida) dan jarak landi (Jatropha gossypifolia). Keempat jenis
tanaman tersebut dapat menghasilkan bahan baku pembuatan biodiesel. Minyak
jarak kaliki meghasilkan biodiesel yang kurang baik karena terlalu kental,
jarak gurita dan jarak landi sudah sulit ditemukan saat ini dan hanya jarak
pagar yang mudah dan mungkin dibudidayakan untuk penghasil biodiesel.
Jarak pagar termasuk tumbuhan semak
(shrub) dengan tinggi rata-rata sekitar 6 meter. Tanaman ini hidup di
daerah tropis dan sub-tropis tersebar di Amerika, Asia dan Afrika (Prihandana
dan Manurung, 2005). Nama jarak pagar karena tanaman jarak pagar dahulunya
banyak digunakan sebagai pembatas areal kebun atau ladang. Penduduk pribumi
pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945) diwajibkan menanam pohon jarak pagar.
Jarak pagar banyak ditemukan sebagai
tanaman liar di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur
(NTT). Jarak pagar saat ini dibudayakan secara komersial oleh masyarakat Lombok
Tengah, Lombok Timur, Sumbawa dan Bima. Luas jarak pagar di kabupaten-kabupaten
NTB adalah 1.999 ha dan melibatkan 3.999 keluarga petani yang mengolahnya.
Hasil produksi tanaman jarak pagar di NTB mencapai 759,81 ton per tahun
(Wirham, 2005).
Jarak pagar relatif tidak memerlukan
perawatan dan tidak banyak membutuhkan air. Curah hujan yang dibutuhkan relatif
sedikit dibandingkan dengan tanaman lain yang berpotensial menjadi bahan baku
biodiesel. Tanaman jarak pagar bisa beradaptasi pada daerah dengan curah hujan
tinggi (480 s.d 2.380 mm per tahun), namun curah hujan yang sesuai adalah 200
s.d 1.500 mm per tahun.
Tanaman jarak pagar dapat berbunga
setelah 6 s.d 8 bulan. Produktivitas optimal dan stabil tanamana jarak pagar
dapat diraih sejak tanaman berusia lima tahun. Jarak pagar dapat hidup mencapai
umur 50 tahun. Produktivitasnya sejak usia lima tahun dapat mencapai 400 kg s.d
12 tin biji per ha per tahun.
Tanaman jarak pagar seperti juga
kelapa sawit menyimpan unsur minyak pada bijinya. Tanaman kelapa sawit baru
menghasilkan biji pada usia empat tahun. Kandungan minyak rata-rata pada biji
jarak sekitar 1.892 liter per ha per tahun. Rendemen minyak (trigliserida)
dalam inti biji jarak mencapai sekitar 55% atau setara dengan 33% dari berat
total biji dan lebih besar dari pada rendemen kelapa sawit yang sekitar 20%
dari bert total biji.
Minyak jarak dengan demikian lebih
layak digunakan untuk biodiesel dibandingkan minyak kelapa sawit karena masa
panen yang lebih cepat, tidak dikonsumsi oleh manusia dan harga jualnya bisa
lebih murah. Jarak pagar selain ramah lingkungan juga menghasilkan limbah yang
nihil karena daunnya dapat digunakan untuk makanan ulat sutra, antiseptik dan
anti radang, getahnya dapat digunakan untuk protease (curcain) penyembuh
luka dan pengobatan lain. Buah atau daging buah jarak pagar digunakan untuk
bahan bakar, pupuk hijau dan produksi biogas. Biji jarak pagar dapat
menghasilkan minyak biji, bungkil biji dan cangkang biji. Minyak biji akan
menghasilkan produk biogas, bahan bakar insektisida dan pengobatan. Bungkil
biji dapat digunakan untuk pupuk, pakan ternak, dan produksi biogas. Cangkang
biji dapat digunakan untuk bahan bakar.
Minyak jarak pagar tidak kalah
dengan minyak solar dan memiliki keunggulan karena proses perolehannya ramah
lingkungan. Pengembangan jarak pagar memberi peluang untuk penguranagan emisi
tahunan CO2 secara alami. Konsumsi solar untuk transportasi
yang naik menjadi 25,5 juta kiloliter pada tahun 2005, jika 5% kebutuhannya
diganti oleh biodiesel minyak jarak maka akan ada pengurangan emisi tahuanan
sebesar 3,46 juta ton CO2 (Sumarsono, 2005).
Menurut Mulyani dan Las (2008)
Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk pengembangan
pertanian. Dari luas daratan 188,20 juta ha yang terbagi atas lahan kering 148
juta ha dan 40,20 juta ha lahan basah, memungkinkan sebagian lahan untuk
ditanam tanaman penghasil bioenergi.
Puslitbang Perkebunan telah
melakukan penelitian untuk memetakan daerah yang sesuai bagi pengembangan jarak
pagar. Berdasarkan hasil penelitian Mulyani et al. (2007) telah ditetapkan
kriteria kesesuaian lahan melalui identifikasi dan evaluasi karakteristik lahan
di beberapa wilayah. Hasil identifikasi dan evaluasi tersebut menjadi basis
data sumber daya lahan yang diolah dan dikelompokkan sehingga diperoleh data
selang sifat dari masing-masing kualitas lahan.
BAB III
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Jarak pagar dapat tumbuh pada
tanah-tanah yang ketersediaan air dan unsurnya terbatas atau lahan-lahan
marginal. Namun demikian lahan dengan air yang tidak tergenang merupakan
tempat yang optimal. Bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak pagar
dapat toleran terhadap tanah-tanah masam, terbaik pada pH
5,5-6,5. Curah hujan tidak kurang dari 600 mm/tahun.
Terdapat beberapa variasi jarak
pagar di Indonesia yang disebabkan perbedaan wilayah yang melahirkan
ekotipe-ekotipe tertentu. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun) di Sumatera Barat,
Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan ditemukan beberapa variasi yakni :
a. Kulit batang: keperak-perakan, hijau
kecoklatan
b. Warna daun: hijau muda, hijau tua
c. Pucuk dan tangki daun: kemerahan,
kehijauan
d. Bentuk buah: agak elips, bulat
e. Jumlah biji per kapsul: 1-4.
Kontribusi perbedaan morfologi
diatas terhadap produktivitas dan kandungan minyak tentu ada, hanya belum
diketahui besarnya. Tingkat ploidy yang sama (2n=22) diduga tidak akan
menghambat persilangan antar spesies dalam upaya perbaikan varietas jarak
pagar.
Syarat Lokasi
• Lokasi pembibitan dipilih yang dekat
dengan areal penanaman untuk menghemat waktu dan biaya penanaman.
• Lahan sebaiknya datar dan dekat
jalan untuk memudahkan pemantauan bibit dan pengangkutan dan dekat sumber air
untuk menjamin kebutuhan air penyiraman.
• Tempat terbuka, sehingga sinar
matahari tidak terhambat masuk ke areal pembibitan.
Benih merupakan sarana produksi
utama dalam budidaya tanaman, dalam arti penggunaan benih bermutu mempunyai
peranan yang menentukan dalam usaha meningkatkan produksi dan mutu hasil. Oleh
karena itu untuk pengembangan tanaman jarak pagar diperlukan benih bermutu
(memenuhi persyaratan mutu) mengingat jarak pagar termasuk jenis tanaman
tahunan, maka apabila menggunakan benih tidak sesuai dengan persyaratan mutu
dapat mengakibatkan kegagalan dan kerugian yang cukup besar dikemudian
hari. Sumber benih adalah kebun yang memproduksi benih, untuk perorangan,
pemerintah atau badan usaha yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri atau
pejabat yang berwenang. Sedangkan kebun induk adalah salah satu sumber benih
yang menghasilkan benih berupa biji dan telah ditetapkan dengan Surat Keputusan
Menteri Pertanian atau pejabat yang berwenang membidangi Perkebunan.
Penanaman jarak pagar dapat dilakukan sebagai berikut
1. Penanaman dilakukan pada awal atau sebelum musim hujan. Tinggi bibit dari
persemaian sudah mencapai minimal 30 cm.
2. Lapangan dibersihkan dan dibuat lubang 30 cm x 30 cm x 30 cm, jarak tanam
2m x 2m, lalu dibiarkan selama 2 – 3 minggu.
3. Setelah bibit ditanam, bulan berikutnya dilakukan pembersihan gulma setiap
bulan sampai 4 bulan berikutnya.
4. Pemupukan pada tahun pertama dilakukan 1/3 dosis dan tahun selanjutnya
dengan dosis penuh. Dosis tersebut adalah 50 kg urea, 150 kg SP-36, dan 50 kg
KCl / ha. Pada tanah yg kurang subur harus diberi kompos atau pupuk kandang
sebanyak 2,5 – 5 ton / ha. Porsi urea dan KCl bisa ditingkatkan sampai maksimum
2 kali lipat.
5. Pemangkasan dilakukan sejak tanaman mencapai tinggi 1 m (umur 1 tahun).
Pemangkasan pada ketinggian 20 cm dari pangkal batang, dilakukan setiap tahun
untuk setiap trubusan baru.
Panen
Panen biji perlu dilakukan secara
benar agar tidak diperoleh biji hampa, kadar minyak rendah, dan bahkan akan
menyebabkan minyak menjadi asam. Berikut beberapa cara penanganan biji di
lapangan :
1. Panen dilakukan pada buah yang telah masak dengan ciri kulitnya hitam atau
kulit buah terbuka.
2. Cara pemanenan yang efisien, yaitu buah diambil per malai dengan syarat
jumlah buah yang matang lebih banyak dari buah mentah.
3. Buah sebelum disimpan terlebih dahulu dikeringkan untuk keperluan produksi
minyak. Buah dapat langsung dikeringkan di bawah sinar matahari setiap hari
sampai kulit buah mudah dipisahkan dari biji secara manual, tetapi untuk benih
cukup diangin – anginkan atau dikeringkan di dalam oven suhu 60 0C.
4. Pemisahan kulit buah dilakukan dengan menggunakan tangan atau mesin.
Selanjutnya, biji dikeringkan setiap hari sampai benar – benar kering (kadar
air 7 – 10 %). Setelah kering, biji disimpan di dalam kantong plastik. Kantong
– kantong plastik tersebut dimasukkan ke dalam karung plastik yang ditutup
rapat menggunakan tali, kemudian disimpan di atas lantai beralas bata atau
papan. Kemasan harus dihindarkan dari kontak langsung dengan lantai agar tidak
lembab.
Tanaman ini seperti juga kelapa
sawit menyimpan unsur minyak pada bijinya. Rendemen minyak (trigliserida) dalam
inti biji jarak mencapai sekitar 35 % dan lebih besar dari pada rendemen kelapa
sawit yang sekitar 22 % dari berat total biji. Minyak jarak dengan demikian
lebih layak digunakan untuk biodiesel dibandingkan minyak kelapa sawit karena
masa panen yang lebih cepat, tidak dikonsumsi oleh manusia dan harga jualnya
bisa lebih murah.
Jarak pagar selain ramah lingkungan
juga menghasilkan limbah yang nihil karena daunnya dapat digunakan untuk
makanan ulat sutra, antiseptik dan anti radang, getahnya dapat digunakan untuk
protease (curcain) penyembuh luka dan pengobatan lain. Buah atau daging buah
jarak pagar digunakan untuk bahan bakar, pupuk hijau dan produksi biogas. Biji
jarak pagar dapat menghasilkan minyak biji, bungkil biji dan cangkang biji.
Minyak biji akan menghasilkan produk biogas, bahan bakar, insektisida dan
pengobatan. Bungkil biji dapat digunakan untuk pupuk, pakan ternak dan produksi
biogas. Cangkang biji dapat digunakan untuk bahan bakar.
Organisme Pengganggu
Tumbuhan Jarak Pagar
Salah satu aspek yang biasanya
kurang mendapatkan perhatian serius adalah serangan Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT). Banyak orang yang menanggap tanaman ini sebagai tanaman yang
beracun dan mempunyai sifat fungisidal, sehingga tidak perlu menghawatirkan
adanya serangan OPT, tetapi dari hasil laporan diketahui ada beberapa hama dan
penyakit yang menimbulkan kerusakan secara ekonomi sangat merugikan bagi
perkebunan jarak. Laporan tersebut harus dijadikan peringatan yang perlu
menjadi perhatian kita, sebelum hal tersebut menimpa perkebunan jarak yang akan
dan sedang dikembangkan. Untuk mengurangi kerugian karena serangan OPT tersebut
perlu dilakukan usaha perlindungan yang efektif. Kegiatan perlindungan dimulai
dari pengenalan identifikasi hama dan penyakit, pengamatan secara teratur serta
pengambilan keputusan untuk pengendaliannya dengan mengimplementasikan system
pengendalian hama terpadu (PHT).
Hama yang menyerang jarak pagar
diantaranya: Thrips (Famili Thripidae : Ordo Thysanoptera), Tungau (Famili
Eriophydae dan family Tarsonemidae : Ordo Acarina), Kutu Bertepung Putih
(Ferrisia Virgata Cockerell dan Nipaecoccus Viridis Newstcad) (Famili
Pscudococcidae : Ordo Homoptera), Kepik Lembing (Chrysochoris javanus Westw)
(Famili Pentatomidae : Ordo Hemiptera), Uret (LcucophoZis sp. Dan Exopholis
sp.) (Famili Scarabacidae : Ordo Coleoptera).
Penyakit yang dapat menyerang
tanaman jarak pagar antara lain: penyakit bercak daun coklat, penyakit layu
Fusarium, penyakit Lanas, penyakit daun bakteri. Berdasarkan pengamatan di
kebun jarak di Cianjur, Jawa Barat, gulma yang dominan pada pertanaman jarak
pagar adalah : babandotan (Ageratum conyzoides), kirinyuh (Chromolaena
odonata), teki (Cyperus sp) dan goletrak (Borreria alata).
Potensi Manfaat
· Sebagai Sumber Energi. Minyak yang
dihasilkan dari jarak pagar sangat potensial sebagai bahan bakar alternatif.
Bahan bakar diesel adalah hidrokarbon yang mengandung 8-10 atom karbon per
molekul sedangkan yang berasal dari jarak pagar mengandung 16-18 atom karbon
per molekul sehingga lebih kental dan mempunyai daya pembakaran yang rendah
dengan karakteristik sebagai berikut :
v Karakteristik minyak jarak: Angka lodium 97,7 dan Angka Penyambungan 103,3
v Karakteristik ester metal jatropha Angka Setana (Cetan Number) 51
(biodiesel): Viskositas 4,84 cSt LHV 41 MJ jKg
Disamping itu terdapat manfaat lain
yang dapat dikembangkan yaitu sebagai bahan untuk pembuatan sabun, obat-obatan,
bahan kimia dan bungkil/ampasnya untuk pupuk organik karena mengandung Nitrogen
(N) dan bahan-bahan organik lainnya.Getah jarak pagar banyak mengandung tannin
(18%) yang digunakan sebagai obat kumur dan gusi berdarah serta obat luka,
sedang biji jarak pagar mengandung 35-45 % minyak kurkas (curcas oil) dan
senyawa protcin racun keras (texal bumin) yang digunakan sebagai obat gosok
untuk penyakit encok dan daunnya untuk obat luka pada penyakit kulit. Disamping
sebagai tanaman pagar juga untuk tanaman penghijauan disepanjang jalan karena
daunnya tidak disukai hewan ternak sehingga dapat melindungi tanaman utama.
Selain potensi pengguna di atas, ada beberapa
manfaat serta dampak jika program penanaman tanaman jarak ini direalisasikan,
antara lain:
1. Sebagai tanaman untuk program reboisasi lahan kritis/tandus/non-produktif.
Budidaya tanaman jarak pagar akan mampu mengurangi lahan
kritis/tandus/non-produktif di Indonesia seluas + 1,5 juta ha jika minyak jarak
pagar dapat mengganti kebutuhan solar sebanyak + 5 juta liter.
2. Menarik para investor luar guna menanamkan modalnya untuk membudidayakan
tanaman jarak pagar di Indonesia.
3. Menyerap cukup banyak tenaga kerja/mengurangi jumlah pengangguran.
4. Mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui peningkatan
pendapatan, baik dari hasil penjualan bibit jarak maupun minyak jarak.
5. Mengembalikan fungsi lingkungan, khususnya menghijaukan kembali kawasan
gundul, mengembalikan fungsi lahan kritis sekaligus menjaga kelestarian sumber
mata air.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jarak pagar layak untuk dibudidayakan
2. Syarat lahan yang dibutuhkan untuk pembududayaan jarak pagar tidak banyak
kriteria.
3. Baik dari segi finansial dan juga akomodasi tenaga kerja, pembududayaan
jarak pagar ini
dinilai
memberi banyak manfaat.
B. Saran
1. Program nasional dalam pengadaan bahan bakar nabati sangat tepat diimplementasikan
di lapangan.
2. Perlu adanya penilitian lanjut tentang budidaya jarak pagar sehingga dapat
dijadikan
acuan oleh
berbagai pihak yang berkepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
Hambali,
Erliza. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Henning,
R.K. 2004. The Jatropha System. Economy and Dissemination Strategy.
Intergrated Rural Develpoment by Utilization of Jatropha curcas L.
(JCL) as Raw Material and as Renewable Energy. Germany:
International Conference “Renewable Energy”.
Prihandana,
R. 2006. Menuju Desa Mandiri Energi. Jakarta: Proklamasi Publishing
House.
Prihandana,
R., R. Hendroko. 2007. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Jakarta: PT
Agromedia Pustaka.
Puslitbangbun.
2007. Bahan Bakar Nabati Asal Tanaman Perkebunan sebagai Alternatif Pengganti
Minyak Tanah untuk Rumah Tangga. Perspektif 6(1): 10-18.
Komentar
Posting Komentar